Site icon NETIJEN NEWS

Putusan Mengejutkan! 4 Pulau Jatuh ke Sumut

4 pulau sengketa aceh dan sumut

4 pulau sengketa aceh dan sumut

Sengketa Pulau Panjang Aceh vs Sumut Berakhir

Sebuah keputusan besar diumumkan oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, yang menyita perhatian banyak pihak. Empat pulau kecil di Samudera Hindia—Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Besar, dan Mangkir Kecil—resmi dinyatakan sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Keputusan ini tertuang dalam Kepmendagri No. 300.2.2-2138/2025 yang dirilis pada 25 April 2025. Putusan ini mengakhiri sengketa wilayah yang telah berlangsung hampir satu abad antara Provinsi Aceh dan Sumut. Tidak sedikit yang menyebut keputusan ini sebagai kejutan besar, mengingat tensi panjang yang melibatkan berbagai pihak sejak zaman kolonial.

Kronologi Sengketa Pulau

Perselisihan ini bermula dari batas wilayah administratif yang tidak pernah tuntas sejak 1928. Sepanjang waktu, baik Aceh maupun Sumut sama-sama mengklaim empat pulau yang berada di wilayah strategis perairan barat Indonesia itu.

Pada tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi—yang terdiri dari Kemendagri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, LAPAN, TNI AL, TNI AD, dan lainnya—melakukan verifikasi pulau-pulau di seluruh Indonesia. Saat itu, Aceh mendaftarkan 260 pulau, namun keempat pulau tersebut tidak masuk dalam daftar.

Sebaliknya, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melaporkan 213 pulau termasuk Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Besar, dan Mangkir Kecil. Data ini diperkuat dengan koordinat geografis dan surat resmi dari Gubernur Sumut tahun 2009.

Kontroversi Pergantian Nama dan Koordinat Pulau

Uniknya, Aceh kemudian mengajukan klaim atas empat pulau tersebut lewat penggantian nama dan koordinat. Misalnya, Pulau Mangkir Besar disebut sebagai Pulau Rangit Besar, Mangkir Kecil menjadi Rangit Kecil, dan Pulau Lipan disebut Malelo. Klaim ini ditandai dalam konfirmasi Gubernur Aceh tahun 2009.

Namun, menurut Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, perubahan nama dan koordinat justru membuat posisi Aceh lemah di mata hukum. Sebab, Sumut konsisten mencantumkan pulau-pulau tersebut sejak awal.

Laporan ke PBB Jadi Penentu

Pada 2012, Pemerintah Indonesia mengajukan data wilayah administratif termasuk keberadaan pulau-pulau ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam dokumen tersebut, keempat pulau itu tercatat sebagai bagian dari Sumatera Utara. Ini menjadi titik penting dalam memperkuat klaim Sumut secara internasional.

Dengan adanya laporan ini, serta konsistensi Sumut dalam pencatatan wilayah sejak 2008, keputusan Mendagri semakin menguat. Tito Karnavian menegaskan bahwa keputusan ini didasarkan pada kajian teknis, hukum, serta pertimbangan berbagai instansi terkait.

Reaksi dan Jalur Hukum Terbuka

Meskipun keputusan ini sudah final dalam konteks administrasi, Mendagri membuka ruang jika pihak Aceh merasa dirugikan. “Kami terbuka terhadap evaluasi atau gugatan hukum, termasuk ke PTUN,” ujar Tito pada 10 Juni 2026.

Pemerintah Aceh sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah hukum lanjutan. Namun, beberapa tokoh masyarakat di Aceh menyatakan kekecewaannya atas putusan ini, menyebut bahwa Aceh memiliki ikatan historis dan kultural dengan empat pulau tersebut.

Kenapa 4 Pulau Ini Penting?

Meskipun kecil, keempat pulau tersebut memiliki nilai strategis tinggi. Mereka terletak di jalur pelayaran internasional Samudera Hindia dan berpotensi besar dalam sektor kelautan dan perikanan. Selain itu, lokasi geografisnya bisa memperkuat pengaruh provinsi dalam batas maritim dan eksplorasi sumber daya laut.

Hal ini menjadikan keempat tempat sebagai rebutan dua provinsi yang sama-sama memiliki sejarah panjang dalam dunia maritim Indonesia.

Pelajaran dari Kasus Ini

Putusan ini menyampaikan pesan penting tentang pentingnya dokumentasi dan konsistensi administratif. Dalam sengketa wilayah, bukan hanya klaim emosional atau historis yang menentukan, melainkan bukti administratif dan pelaporan formal yang sah.

Kasus ini juga bisa menjadi preseden bagi provinsi lain yang mengalami konflik batas wilayah. Pemerintah pusat menunjukkan bahwa pendekatan teknokratis dengan kajian data yang rinci adalah kunci penyelesaian konflik secara damai.

Dukungan Pusat, Waspada Konflik Lokal

Meski keputusan sudah dibuat, pemerintah pusat tetap harus mengawasi potensi konflik sosial di tingkat lokal. Pengakuan wilayah administratif tak serta-merta menyelesaikan persoalan di masyarakat akar rumput.

Dukungan dari pemerintah pusat kepada kedua provinsi perlu ditekankan, terutama untuk mendorong rekonsiliasi dan pembangunan bersama di wilayah sekitar pulau-pulau tersebut. Sebab, pada akhirnya, pulau-pulau ini tetap bagian dari Indonesia dan harus dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat.


Exit mobile version