Site icon NETIJEN NEWS

10 Kali Perang! Walkot Haifa Teriak Minta Damai

ilustrasi yona yahav walikota haifa minta perang berhenti

ilustrasi yona yahav walikota haifa minta perang berhenti

Kota Haifa di Israel kembali menjadi sorotan dunia setelah dihantam rudal Iran dalam rangkaian eskalasi perang yang telah berlangsung sejak 13 Juni 2025. Di tengah kepulan asap dan sirene darurat yang meraung setiap malam, satu suara mencuat lebih keras dari dentuman senjata: suara Wali Kota Haifa, Yona Yahav. Pria yang telah sepuluh kali mengalami perang sepanjang hidupnya ini, secara emosional menyerukan satu hal yang kini terasa begitu langka di Timur Tengah — damai.

Haifa Jadi Target, Warga Luka Tapi Tak Ada Korban Jiwa

Selama lebih dari sepekan terakhir, Iran menggencarkan serangan rudalnya ke wilayah-wilayah strategis Israel, termasuk Tel Aviv, Yerusalem, dan Haifa. Meskipun sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome, bekerja keras mencegat serangan-serangan tersebut, beberapa rudal tetap berhasil menembus dan menyebabkan kerusakan serta korban luka.

Haifa, kota pelabuhan penting di utara Israel, mengalami dampak signifikan dari serangan tersebut. Tercatat 21 orang mengalami luka-luka akibat rentetan rudal, tiga di antaranya berada dalam kondisi kritis. Namun sejauh ini, tidak ada laporan korban jiwa di kota tersebut, sebuah kelegaan di tengah kekacauan yang ada.

Yona Yahav, dalam wawancara yang dikutip media internasional, mengatakan bahwa meski warganya selamat, ketegangan dan ketakutan terus menghantui setiap sudut kota. “Saya tidak suka perang,” ucap Yahav dengan nada tegas.

10 Kali Mengalami Perang: “Saya Sudah Cukup!”

Bagi Yahav, konflik bukan hal baru. Sebagai tokoh senior yang telah lama menjabat, ia mengaku telah melalui sedikitnya 10 konflik bersenjata selama hidupnya. Namun menurutnya, konflik kali ini terasa lebih berbahaya karena adanya risiko meluas menjadi perang regional, bahkan global.

“Tujuan utama permainan ini adalah perdamaian,” ujar Yahav, dengan nada getir. Ia menekankan bahwa eskalasi yang terus meningkat antara Iran dan Israel hanya akan merugikan warga sipil yang terjebak dalam lingkaran kekerasan yang tak kunjung usai.

Pernyataan Yahav mencerminkan kelelahan mendalam dari warga Israel yang, meski memiliki salah satu sistem militer tercanggih di dunia, tetap tak bisa merasa aman sepenuhnya.

Kekecewaan Terhadap Trump: “Saya Butuh Kepastian!”

wali kota haifa yona yahav

Ketika ditanya soal potensi keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik, Yona Yahav tak ragu menyampaikan kekecewaannya. Presiden Donald Trump, yang kini kembali menjabat untuk periode kedua, disebut belum memberikan keputusan jelas terkait posisi Amerika Serikat dalam konflik Iran-Israel ini.

Trump menyatakan akan memberikan sikap resmi dalam dua pekan ke depan. Namun, menurut Yahav, waktu dua pekan terlalu lama untuk rakyat Israel yang sedang berada di garis api.

“Saya tidak bisa mendapatkan jawaban dari Trump dan ini mengganggu saya,” ucapnya. “Karena saya suka stabilitas dan saya pikir dia harus memberi saya stabilitas ini,” tambahnya, menegaskan bahwa ketegangan politik global sudah seharusnya mendapat jawaban pasti dari para pemimpin dunia.

Serangan Terus Berlanjut, Iran Tak Tunjukkan Tanda Mundur

Pagi ini, serangan terbaru kembali menghantam wilayah Israel. Militer Iran meluncurkan beberapa rudal balistik yang dilaporkan mengenai wilayah barat laut Israel. Sebanyak 17 orang dilaporkan mengalami luka-luka dalam serangan tersebut.

Meskipun pemerintah Israel belum mengeluarkan pernyataan resmi tentang korban tambahan, media setempat melaporkan bahwa sejumlah rumah dan infrastruktur sipil mengalami kerusakan sedang hingga berat. Pusat perbelanjaan di pinggiran Haifa juga dikabarkan terkena dampaknya.

Sementara itu, pihak Iran menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan “respon proporsional” terhadap dugaan sabotase situs nuklir mereka beberapa minggu sebelumnya. Pemerintah Teheran juga menegaskan bahwa mereka akan terus melawan “agresi Zionis” hingga ada jaminan keamanan nasional bagi Iran.

Suasana Kota: Sirene, Bunker, dan Ketakutan

Situasi di Haifa hari ini sangat jauh dari normal. Sirene peringatan terus berbunyi di beberapa area, dan warga mulai terbiasa tinggal di dalam bunker atau ruang perlindungan bawah tanah. Sekolah-sekolah diliburkan, transportasi publik dibatasi, dan patroli militer ditingkatkan.

Wartawan yang berada di lokasi melaporkan bahwa suasana kota sangat tegang. Meskipun tidak ada ledakan setiap jam, ketakutan akan datangnya serangan susulan terus menghantui warga.

Warga yang sebelumnya menghabiskan waktu di kafe dan taman kini lebih banyak mengurung diri di rumah atau tempat perlindungan. Sebagian bahkan memilih mengungsi ke wilayah yang lebih aman di bagian selatan Israel atau ke luar negeri, jika memiliki koneksi dan sumber daya.

Seruan Damai dari Berbagai Pihak

Selain Yona Yahav, beberapa pemimpin lokal dan tokoh masyarakat juga mulai menyerukan gencatan senjata. Mereka menyadari bahwa pertempuran ini hanya akan menambah jumlah korban dan memperpanjang derita kedua pihak.

Namun sayangnya, hingga hari ini, belum ada tanda-tanda perundingan damai akan segera digelar. Upaya mediasi dari negara-negara Eropa, termasuk Jerman dan Prancis, belum menunjukkan hasil berarti.

PBB juga telah mengeluarkan pernyataan mengutuk kekerasan dan meminta kedua belah pihak untuk “menahan diri”, namun seruan itu dianggap terlalu lemah oleh banyak pengamat politik.

Krisis Kemanusiaan Mengintai

Di balik ketegangan militer, krisis kemanusiaan mulai tampak di beberapa wilayah terdampak. Di Haifa, meskipun distribusi makanan dan air masih stabil, beberapa rumah sakit melaporkan kekurangan pasokan medis karena jalur logistik terganggu.

Listrik sempat padam selama 6 jam di beberapa distrik pada Kamis malam, dan banyak warga mengandalkan generator pribadi. Sementara itu, layanan internet dan komunikasi mengalami gangguan akibat rusaknya beberapa menara BTS.

Warga yang sebelumnya enggan meninggalkan rumah kini mulai panik, khawatir kondisi akan memburuk. “Kalau terus begini, kami akan kehabisan obat dan makanan,” ujar seorang warga Haifa bernama Miriam kepada media lokal.

 Suara Kecil di Tengah Gemuruh Perang

Yona Yahav mungkin hanya satu dari banyak suara yang menyerukan damai, tapi pernyataannya mengingatkan publik bahwa di balik konflik berskala besar, ada manusia biasa yang merindukan kehidupan normal.

“Perdamaian bukan kelemahan. Ia adalah keberanian tertinggi,” tutup Yahav dalam pidatonya di balai kota yang disiarkan televisi lokal.

Apakah suara ini akan cukup kuat untuk menggugah pemimpin-pemimpin dunia? Atau akan tenggelam di antara suara rudal dan peluru yang terus melesat?

Exit mobile version